Bank Indonesia (BI) mencatat, literasi ekonomi dan keuangan syariah masyarakat Indonesia masih rendah. Deputi Gubernur Bank Indonesia Juda Agung mengungkap, baru 28 persen masyarakat dari seluruh provinsi di Indonesia yang memahami soal ekonomi dan keuangan syariah. "Masih rendah literasi ekonomi syariah. Survei yang terakhir dilakukan di seluruh provinsi menunjukkan literasi ekonomi syariah masih 28 persen. Artinya dari 100 orang Indonesia baru 28 orang yang memahami mengenai ekonomi dan keuangan syariah," katanya dalam sambutan di acara Opening Ceremony Festival Ekonomi Syariah Kawasan Timur Indonesia 2024, Senin (8/7/2024).
Padahal, menurut dia, dengan literasi dan edukasi ekonomi syariah yang tinggi, bisa makin besar penerimaan dan penggunaan produk halal di Indonesia. Juda menekankan bahwa rendahnya literasi dan edukasi ekonomi syariah masyarakat Indonesia perlu menjadi perhatian bersama. Wakil Presiden Ma'ruf Amin pun telah memberi target agar literasi ekonomi syariah masyarakat Indonesia bisa mencapai 50 persen pada 2025.
Chelsea Umumkan 28 Pemain untuk Tur Pramusim dengan Keputusan Mengejutkan dari Trevoh Chalobah Banjarmasinpost.co.id Unjuk Rasa di Kawasan Patung Kuda, BEM SI Sebut Kepemimpinan Jokowi 10 dari 100 Wartakotalive.com Dalam mencapai target yang dipasang oleh Ma'ruf Amin, ia mengatakan BI dan OJK telah bersama sama merumuskan berbagai langkah.
"Tentu tidak dapat kita capai dengan bekerja seperti biasa, sehingga kawan kawan di Bank Indonesia dan juga di OJK sedang melihat lebih detail bagaimana kita bisa mencapai target 50 persen di tahun depan," ujar Juda. Di sisi lain, Juda juga menjelaskan sejumlah cara agar ekonomi dan keuangan syariah Indonesia bisa terus berkembang. Ini dilakukan BI bersama pemangku kepentingan lainnya. Cara cara itu di antaranya lewat pengembangan ekosistem makanan halal, dalam hal ini akselerasi sertifikasi halal rumah potong hewan.
"Kalau dagingnya sudah halal, insyaallah sudah mengatasi sebagian besar kehalalan dari sebuah produk makanan," tutur Juda. Berikutnya adalah pengembangan modest fashion. BI mendorong para perancang dan pengusaha modest fashion, salah satunya lewat penyelenggaraan Indonesia International Modest Fashion Festival. Juda juga menyebut ekonomi pesantren perlu dikembangkan karena pesantren diyakini memiliki faktor endowment yang sangat besar seperti ketersediaan lahan, sumber daya manusia yang berkarakter, dan kekuatan jemaah yang perlu dioptimalkan.
Lalu, ada juga upaya pengembangan keuangan syariah. Sebagai regulator, Juda menyebut BI terus mendorong inovasi kebijakan dan insutrumen pasar keuangan sebagai alternatif skema pembiayaan, serta pendanaan syariah. Pengembangan digitalisasi ekonomi syariah juga tak luput dari upaya yang akan dilakukan. Digitalisasi dianggap sebagai sebuah keharusan.